Pendahuluan
Indonesia adalah negeri kaya budaya dan tradisi. Namun, dalam arus modernisasi dan globalisasi, banyak nilai budaya lokal mulai tersapu arus perubahan. Di tengah tantangan ini, dimana identitas lokal seringkali terpinggirkan, muncul sosok pemimpin seperti Kang Dedi Mulyadi (KDM), yang berpijak kuat pada akar budaya. Pemikiran dan gaya kepemimpinannya dengan pendekatan budaya Sunda modern, kepemimpinan berbasis budaya, dan koneksi emosional kepada masyarakat, memberikan model yang relevan dalam merawat kebudayaan Indonesia secara kontemporer.
Budaya Sunda sebagai Akar Identitas dan Sistem NilaibSebagai mantan Bupati Purwakarta (2008–2018) dan kini Gubernur Jawa Barat sejak Februari 2025
, KDM membuktikan bahwa budaya lokal dalam hal ini budaya Sunda bukan semata nilai estetika, tetapi fondasi identitas serta perilaku kolektif. Ia menerapkan nilai-nilai seperti silih asah, silih asih, silih asuh nilai luhur kebudayaan Sunda ke dalam pembangunan sosial dan administrasi pemerintahan
Sejak era kepemimpinannya di Purwakarta, KDM memperkenalkan kebijakan simbolik seperti pemakaian pakaian adat Sunda, penataan arsitektur pemerintahan khas Sunda, serta taman tematik berbasis cerita rakyat lokal. Semua itu mendukung semangat Purwakarta Berkarakter
Strategi Kebudayaan: Mitos, Ontologi, dan Fungsi
Pemikiran KDM dalam memperkuat kebudayaan lokal dapat dianalisis melalui lensa filosofi budaya Van Peursen, yakni tahap mitis, ontologis, dan fungsional
Mitis: Menghidupkan narasi simbol dan cerita rakyat Sunda sebagai dasar budaya bersama.
Ontologis: Membongkar struktur birokrasi yang kaku, menggantinya dengan narasi yang memberi makna lebih mendalam.
Fungsional: Melahirkan kebijakan konkret seperti pelatihan remaja, pelayanan ikhlas, dan pendekatan langsung kepada masyarakat
Dengan mengkonversi modal budaya menjadi modal politik, KDM memanfaatkan simbol dan bahasa rakyat untuk membangun legitimasi, dibandingkan hanya mengandalkan modal ekonomi atau birokrasi
Indonesia adalah negeri kaya budaya dan tradisi. Namun, dalam arus modernisasi dan globalisasi, banyak nilai budaya lokal mulai tersapu arus perubahan. Di tengah tantangan ini, dimana identitas lokal seringkali terpinggirkan, muncul sosok pemimpin seperti Kang Dedi Mulyadi (KDM), yang berpijak kuat pada akar budaya. Pemikiran dan gaya kepemimpinannya dengan pendekatan budaya Sunda modern, kepemimpinan berbasis budaya, dan koneksi emosional kepada masyarakat, memberikan model yang relevan dalam merawat kebudayaan Indonesia secara kontemporer.
Budaya Sunda sebagai Akar Identitas dan Sistem NilaiSebagai mantan Bupati Purwakarta (2008–2018) dan kini Gubernur Jawa Barat sejak Februari 2025
KDM membuktikan bahwa budaya lokal dalam hal ini budaya Sunda bukan semata nilai estetika, tetapi fondasi identitas serta perilaku kolektif. Ia menerapkan nilai-nilai seperti silih asah, silih asih, silih asuh nilai luhur kebudayaan Sunda ke dalam pembangunan sosial dan administrasi pemerintahan
Repository Universitas Ahmad Dahlan
Sejak era kepemimpinannya di Purwakarta, KDM memperkenalkan kebijakan simbolik seperti pemakaian pakaian adat Sunda, penataan arsitektur pemerintahan khas Sunda, serta taman tematik berbasis cerita rakyat lokal. Semua itu mendukung semangat Purwakarta Berkarakter
Repository Universitas Ahmad DahlanStrategi Kebudayaan: Mitos, Ontologi, dan Fungsi
Pemikiran KDM dalam memperkuat kebudayaan lokal dapat dianalisis melalui lensa filosofi budaya Van Peursen, yakni tahap mitis, ontologis, dan fungsional
Mitis: Menghidupkan narasi simbol dan cerita rakyat Sunda sebagai dasar budaya bersama.
Ontologis: Membongkar struktur birokrasi yang kaku, menggantinya dengan narasi yang memberi makna lebih mendalam.Fungsional: Melahirkan kebijakan konkret seperti pelatihan remaja, pelayanan ikhlas, dan pendekatan lang
langsung kepada masyarakat
Dengan mengkonversi modal budaya menjadi modal politik, KDM memanfaatkan simbol dan bahasa rakyat untuk membangun legitimasi, dibandingkan hanya mengandalkan modal ekonomi atau birokras
Konservasi Ekologis Berbasis Budaya: Merawat Alam Lewat Identitas
Dalam era krisis lingkungan, solusi teknokratik seringkali gagal karena tidak menyentuh akar kultural masyarakat. KDM menawarkan pendekatan berbeda: konservasi berbasis budaya Sunda yang mengajak masyarakat merawat alam sebagai bagian dari tradisi dan spiritualitas mereka
Melalui sinergi antara nilai budaya dan kelestarian, ia menjembatani kebutuhan modern dan warisan lokal, membentuk ekosistem lingkungan berbasis kebudayaan yang membawa pesan peduli lingkungan sebagai warisan turun-temurun
Laboratorium Kebudayaan Sunda: Dari Cerita ke Akademik
Pada Oktober 2024, KDM menyampaikan gagasannya untuk mendirikan Laboratorium Kebudayaan Sunda, bukan agar hanya menjadi cerita atau kisah mistis, melainkan riset akademik dan filosofi pembangunan berbasis budaya Sunda
. Tujuannya agar budaya Sunda menjadi bagian sistematis dalam pendidikan, arsitektur, dan tata kelola, serta dikembangkan ke jurnal internasional.
Kepemimpinan Digital dan Komunikasi Budaya
Tidak hanya mengandalkan simbol di dunia fisik, KDM juga memanfaatkan era digital agar tradisi lokal tetap hidup dan bisa menyentuh generasi muda. Platform seperti YouTube dan media sosial digunakan untuk menyampaikan narasi Sunda dengan pendekatan humanis, egaliter, dan mengakar. Hal ini memperkuat kepemimpinan berbasis budaya modern melalui teknologi
Ia menjembatani tradisi dan inovasi dengan elegan, membuktikan bahwa kultur dan teknologi bukan lawan, tetapi bisa saling memperkuat jika diinformasikan dengan nilai dan empati, bukan sekadar citra politik
Sistem Nilai Berkelanjutan: Membangun Dediologi
Lebih dari gaya personal yang karismatik, KDM merintis gagasan Dediologi sistem nilai berbasis budaya, inklusivitas, dan keadilan ekologis sebagai blueprint pembangunan daerah
Indonesiana
. Ia ingin meletakkan indikator keberadaban sosial, spiritual masyarakat, dan hubungan batin antarwarga sebagai tolok ukur kesuksesan pemerintahan.
Pendidikan Karakter: Barak Militer sebagai Laboratorium Moral
Inovasi terbaru dari KDM adalah ide pendidikan karakter melalui barak militer bagi remaja. Model ini menyelaraskan kedisiplinan militer dengan nilai kemanusiaan, membentuk karakter muda yang tidak hanya disiplin, tetapi juga empatik dan bertanggung jawab
Konsep ini diinterprestasikan melalui teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg, menunjukkan potensi perubahan moral remaja ke tingkat pasca-konvensional dari tindakan menghindari sanksi menjadi refleksi atas nilai universal Relevansi Nyata dalam Konteks Indonesia Kini
Pemikiran KDM sangat relevan dengan tantangan kebudayaan Indonesia masa kini:
Modern tapi tidak kehilangan akar: Budaya lokal tetap dikelola dalam kerangka kontemporer.
Legitimasi politik melalui budaya: Pemimpin dicintai bukan lewat uang atau birokrasi, tapi lewat makna.
Ekologi dan budaya bersatu: Pelestarian lingkungan dengan kesadaran budaya lokal lebih berkelanjutan.Penguatan karakter dan identitas: Generasi muda dibangun bukan hanya terdidik tetapi juga berbudaya.
Dalam era yang sering kehilangan arah dan identitas, KDM menghadirkan model kepemimpinan di mana budaya bukan hambatan tapi fondasi pemajuan bangsa.
Penutup dan Ajak Bergabung
Secara keseluruhan, pemikiran Kang Dedi Mulyadi menjadi contoh inspiratif bagaimana budaya lokal dapat dihidupkan, dikelola, dan diintegrasikan ke dalam kebijakan, pendidikan, komunikasi, hingga pembangunan karakter. Ia menggabungkan tradisi dan modernitas demi kebudayaan Indonesia yang berakar kuat tanpa kehilangan relevansi zaman.
Jika Anda tertarik memperdalam gagasan-gagasannya, kunjungi situs resminya di kangdedimulyadi.com dan jangan lupa untuk follow akun sosial medianya untuk konten inspiratif dan aktual seputar budaya, kepemimpinan, dan konservasi lokal
@dedimulyadi71@fans KDM@_kangdedimulyadu.com
lihat artikel lainya
https://kangdedimulyadi.com/kang-dedi-mulyadi-dan-pembangunan-wisata-budaya-studi-kasus-purwakarta/