spot_img
Monday, October 13, 2025
More
    spot_img
    HomeArtikelKeteladanan Dedi Mulyadi dalam Melestarikan Nilai Budaya Sunda

    Keteladanan Dedi Mulyadi dalam Melestarikan Nilai Budaya Sunda

    -

    Pendahuluan
    Dalam era modern yang serba cepat dan digital, banyak nilai-nilai budaya mulai tergeser oleh gaya hidup baru. Namun, di tengah arus perubahan itu, Kang Dedi Mulyadi muncul sebagai sosok pemimpin yang konsisten menjaga dan melestarikan budaya Sunda. Ia percaya bahwa kemajuan tidak harus berarti meninggalkan akar budaya, karena budaya adalah jati diri yang membuat manusia tahu siapa dirinya dan dari mana ia berasal.

    Menjadikan Budaya Sebagai Landasan Kepemimpinan
    Dedi Mulyadi tidak melihat budaya hanya sebagai warisan masa lalu, tetapi sebagai pedoman hidup yang relevan di masa kini. Dalam banyak kesempatan, ia menegaskan bahwa nilai-nilai Sunda seperti lemah lembut, gotong royong, dan hormat kepada sesama harus menjadi dasar dalam menjalankan pemerintahan.
    Ia mencontohkan bahwa seorang pemimpin Sunda sejati tidak hanya pandai memerintah, tetapi juga ngajenan ka batur (menghormati orang lain). Sikap inilah yang membuat Dedi dikenal sebagai pemimpin yang tegas, namun tetap rendah hati.

    Menghidupkan Kembali Tradisi Sunda di Tengah Modernisasi
    Salah satu bentuk nyata perjuangan Dedi adalah menghidupkan kembali berbagai tradisi Sunda yang mulai pudar. Ia sering mengadakan kegiatan budaya seperti ngalaksa, seren taun, pencak silat, dan kaulinan barudak lembur (permainan tradisional anak kampung).
    Tujuannya sederhana: agar generasi muda tidak lupa akan akar budayanya sendiri. Ia juga mendorong sekolah-sekolah untuk memasukkan unsur budaya Sunda dalam kegiatan belajar, seperti mengenalkan bahasa Sunda halus, tata krama, dan kesenian daerah.

    Simbolisme Budaya dalam Pembangunan Fisik
    Dedi Mulyadi juga terkenal dengan gaya arsitektur khasnya. Banyak taman kota, kantor pemerintahan, dan ruang publik yang ia bangun mengandung unsur budaya Sunda. Misalnya, ukiran bambu, bentuk saung, atau patung tokoh pewayangan.
    Ia ingin setiap warga yang datang merasa seperti berada di rumah sendiri, bukan di lingkungan yang kaku. Menurutnya, ruang publik harus mencerminkan identitas daerah, bukan sekadar tempat modern tanpa jiwa.

    Mengajarkan Falsafah Sunda dalam Kehidupan Sehari-hari
    Lebih dari sekadar tradisi dan kesenian, Dedi juga berupaya menanamkan falsafah hidup Sunda dalam kehidupan masyarakat. Ia sering membagikan pesan sederhana tapi dalam, seperti “Ulah leutik hati, ulah gede hulu” (jangan minder, jangan sombong).
    Pesan-pesan seperti ini ia sampaikan lewat pidato, media sosial, atau langsung saat berinteraksi dengan warga. Dengan cara yang santai dan membumi, Dedi berhasil membuat ajaran Sunda terasa relevan bagi semua kalangan.

    Budaya Sunda sebagai Cermin Etika Pemerintahan
    Dalam kepemimpinannya, Dedi berusaha menerapkan nilai budaya sebagai etika birokrasi. Misalnya, sikap tata krama dan sopan santun dalam melayani rakyat. Ia menolak gaya birokrat yang arogan, karena dalam budaya Sunda, pelayanan publik adalah bentuk ngawula (mengabdi).
    Ia juga sering menekankan pentingnya rasa malu jika bekerja tidak jujur, karena menurutnya, rasa malu adalah bagian dari martabat orang Sunda.

    Mendorong Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya
    Selain menjaga tradisi, Dedi juga melihat budaya sebagai sumber ekonomi. Ia mendukung banyak pelaku seni, pengrajin, dan pelestari budaya lokal untuk berinovasi tanpa meninggalkan akar tradisi.
    Ia mendorong desa wisata, kerajinan bambu, batik Sunda, dan kuliner lokal agar bisa berkembang dan menjadi daya tarik wisata. Dengan begitu, pelestarian budaya tidak hanya jadi tanggung jawab moral, tapi juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat.

    Menjadi Inspirasi Generasi Muda Sunda
    Keteladanan Dedi Mulyadi tidak hanya dirasakan oleh masyarakat umum, tapi juga menginspirasi banyak anak muda. Ia mengajarkan bahwa menjadi modern tidak berarti kehilangan identitas. Generasi muda bisa tetap memakai smartphone, tapi tetap ngajenan budaya sorangan (menghormati budaya sendiri).
    Ia berharap generasi sekarang menjadi generasi yang cerdas teknologi, tapi tetap berjiwa Sunda — ramah, sopan, dan berbudaya.

    Kesimpulan
    Dedi Mulyadi bukan hanya pemimpin, tapi juga penjaga warisan budaya. Ia membuktikan bahwa di tengah modernisasi, nilai-nilai luhur tidak boleh ditinggalkan.
    Dengan keteladanan, karya nyata, dan filosofi hidup yang berakar pada budaya Sunda, ia berhasil menghidupkan kembali semangat bahwa budaya adalah kekuatan bangsa.
    Melalui langkah-langkah kecil namun bermakna, Dedi Mulyadi mengingatkan kita semua bahwa menjadi maju bukan berarti melupakan jati diri — karena dari budaya, kita belajar cara menjadi manusia yang bermartabat.

    Related articles

    Stay Connected

    0FansLike
    0FollowersFollow
    0FollowersFollow
    0SubscribersSubscribe
    spot_img

    Latest posts