Kang Dedi Mulyadi dan Filosofi ‘Sunda Hejo’
Jawa Barat adalah provinsi dengan bentang alam subur, budaya Sunda yang kaya, dan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Namun, di balik potensi itu, Jabar juga menghadapi tantangan besar: kerusakan lingkungan, krisis air bersih, dan sampah yang menumpuk.
Di tengah situasi ini, Kang Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat 2025–2030, memperkenalkan sebuah filosofi yang ia sebut “Sunda Hejo”. Bagi Dedi, Sunda Hejo bukan hanya slogan, melainkan gerakan hidup: menjaga alam, menghidupkan budaya, dan membangun masyarakat berkarakter.
—
Apa Itu Filosofi “Sunda Hejo”?
Arti Harfiah
Dalam bahasa Sunda, hejo berarti hijau. Hijau identik dengan kehidupan, kesuburan, dan harmoni.
Makna Filosofis
“Sunda Hejo” adalah cara pandang hidup orang Sunda yang mengutamakan keseimbangan:
Manusa jeung Alam (manusia dengan alam) harus saling menghormati.
Ngajaga cai, leuweung, jeung taneuh (menjaga air, hutan, dan tanah) adalah kewajiban bersama.
Hejo lahir batin, artinya tidak hanya lingkungan hijau, tapi juga hati, pikiran, dan perilaku manusia yang bersih.
Visi Pembangunan
Dedi menjadikan Sunda Hejo sebagai landasan kebijakan di Jawa Barat: pembangunan fisik, ekonomi, pendidikan, hingga sosial budaya, semuanya harus selaras dengan prinsip hijau dan berkelanjutan.
—
Jejak Dedi Mulyadi: Dari Purwakarta ke Jawa Barat
Sebelum menjadi Gubernur Jabar, Dedi sudah menerapkan konsep Sunda Hejo saat menjabat Bupati Purwakarta (2008–2018).
Membuat taman kota dan ruang terbuka hijau di berbagai titik.
Menghidupkan ikon budaya Sunda di jalan raya dan alun-alun.
Mendorong kebersihan lingkungan dengan gerakan masyarakat.
Kini, sebagai Gubernur, Dedi membawa pengalaman itu ke level provinsi dengan pendekatan lebih luas.
—
Pilar Utama Filosofi Sunda Hejo
1. Sunda Hejo untuk Lingkungan
Kebijakan lingkungan menjadi fondasi utama:
Gerakan sejuta pohon di desa-desa Jawa Barat.
Pengelolaan sampah berbasis desa dengan bank sampah, komposting, dan budidaya maggot.
Perlindungan hutan dengan pemberdayaan masyarakat adat.
Dedi percaya, jika lingkungan rusak, pembangunan sebesar apapun akan rapuh.
2. Sunda Hejo untuk Ekonomi Rakyat
Filosofi hijau juga diterapkan dalam ekonomi:
Mengembangkan pertanian organik berbasis desa.
Membantu UMKM berbasis alam, seperti produk bambu, anyaman, dan herbal.
Wisata hijau: mengangkat potensi wisata alam dan budaya di pedesaan.
3. Sunda Hejo untuk Pendidikan
Anak-anak Jawa Barat diajak mengenal lingkungan sejak dini.
Program Sekolah Hejo: wajib menanam pohon, memilah sampah, dan menjaga kebersihan.
Kurikulum muatan lokal: mengenalkan filosofi Sunda, sejarah, dan budaya kepada siswa.
Ekstrakurikuler berbasis alam: bercocok tanam, seni tradisi, hingga kegiatan di hutan kota.
4. Sunda Hejo untuk Budaya
Kearifan lokal Sunda selalu menekankan harmoni dengan alam. Dedi menghidupkan kembali nilai-nilai itu lewat:
Festival budaya Sunda Hejo di kabupaten/kota.
Dukungan untuk seniman dan budayawan lokal.
Integrasi ritual adat dengan gerakan lingkungan (contoh: hajat bumi, seren taun, ngabeungkat cai).
—
Dampak Positif Sunda Hejo di Jawa Barat
1. Kualitas lingkungan membaik: lebih banyak ruang terbuka hijau, berkurangnya tumpukan sampah.
2. Ekonomi desa tumbuh: wisata alam dan UMKM hijau memberi pemasukan tambahan.
3. Generasi muda lebih peduli lingkungan: anak-anak terbiasa hidup bersih dan cinta alam.
4. Id
entitas budaya Sunda terangkat: masyarakat lebih bangga dengan akar tradisinya.
—
Sunda Hejo dan Tantangan Zaman