Dedi Mulyadi: Merawat Tradisi, Merajut Masa Depan
Kata kunci yang muncul di artikel ini:
Dedi Mulyadi, tradisi lokal, budaya Sunda, pelestarian budaya, pembangunan budaya Jawa Barat, Jabar Istimewa, ekonomi kreatif budaya, identitas lokal
—
Pendahuluan
Di tengah percepatan modernisasi dan digitalisasi yang merambah seluruh lini kehidupan, menjaga tradisi lokal agar tetap hidup bukanlah perkara mudah. Banyak budaya yang mulai terlupakan, terutama di kalangan generasi muda. Namun, ada sosok yang tak hanya bicara soal budaya sebagai warisan, melainkan juga sebagai bagian dari masa depan. Dialah Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, yang dalam kepemimpinannya telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk merawat tradisi lokal sambil merajut masa depan yang inklusif dan berkelanjutan.
Artikel ini mengeksplorasi bagaimana Dedi Mulyadi menjalankan visi ini: merawat tradisi budaya Sunda dan lokal, mengintegrasikannya dalam kebijakan publik, memperkuat identitas daerah, dan bagaimana tradisi itu bisa menjadi pijakan dalam pembangunan budaya dan ekonomi lokal di Jawa Barat.
—
Tradisi sebagai Identitas Lokal yang Kuat
Budaya Sunda sebagai Akar
Budaya Sunda bukan hanya pakaian adat, tari-tarian, atau bahasa — ia adalah cara melihat dunia, cara berkomunitas, cara merawat alam, dan cara menghargai leluhur serta warisan budaya lokal. Identitas Sunda muncul dalam banyak aspek kehidupan masyarakat Jawa Barat: bahasa sehari-hari, musik tradisional, kuliner, dan ritual keagamaan tradisional.
Dedi Mulyadi sering menekankan bahwa budaya Sunda adalah bagian dari kekayaan bangsa, dan menjaga budaya lokal menjadi tanggung jawab bersama. Ia melihat bahwa tradisi bukan hal yang kuno, melainkan akar yang memberi stabilitas spiritual dan sosial di tengah perubahan zaman.
Nilai Pelestarian Tradisi
Pelestarian budaya membawa banyak manfaat: menjaga identitas, meningkatkan kebanggaan lokal, mempererat kohesi sosial, dan bahkan menjadi daya tarik wisata budaya. Tradisi lokal seperti cara ngaji di kampung, penggunaan bedug (dulag), seni wayang, kerajinan, musik dan tarian tradisional memiliki nilai religius, estetika, nilai sejarah, dan sosial yang tak ternilai.
Dedi Mulyadi dalam beberapa kesempatan menyerukan bahwa tradisi lokal harus bertahan meskipun modernisasi dan digitalisasi semakin merata. Ia mengajak masyarakat untuk tidak melihat tradisi sebagai beban atau hal yang usang, tetapi sebagai bagian dari pembangunan budaya yang menghubungkan masa lalu dan masa depan.
—
Kebijakan & Program untuk Merawat Tradisi
Festival Dulag Istimewa
Salah satu inisiatif nyata adalah Festival Dulag Istimewa, yang digelar di Jawa Barat sebagai upaya melestarikan tradisi “dulag” atau bedug menjelang dan selama bulan Ramadan hingga Idulfitri. Tradisi ini tidak hanya memiliki makna keagamaan tapi juga sosial, sebagai ruang kegembiraan bersama warga. Dedi menyebut bahwa festival ini sebagai “Merawat Tradisi Melalui Harmoni untuk Jabar Istimewa.”
Gedung Pertunjukan di Setiap Kecamatan
Gagasan pembangunan gedung pertunjukan di setiap kecamatan di Jawa Barat diajukan oleh Dedi Mulyadi agar kegiatan budaya, acara kelulusan, perpisahan sekolah, pentas seni dan acara seremonial lainnya bisa dilakukan dengan fasilitas publik yang representatif. Ini adalah bentuk dukungan infrastruktur budaya yang nyata—sebuah langkah merawat tradisi agar tetap berlangsung dan tidak tergantung pada ruang terbuka atau fasilitas seadanya.
Wayang Janda: Merajut Keragaman dalam Pertunjukan
Dedi Mulyadi mendukung pertunjukan Wayang Janda, yaitu kolaborasi antara seni wayang kulit (Jawa) dan wayang golek (Sunda), dalam Safari Cinta di Cirebon. Pertunjukan ini menunjukkan bahwa tradisi yang berbeda bisa dirajut dalam satu panggung, sebagai simbol persatuan budaya. Ini memperlihatkan bagaimana perbedaan budaya tidak perlu menjadi penghalang, tetapi bisa menjadi kekayaan jika dikelola dengan inklusif.
Seruan Tetap Bertahan di Era Digital
Tidak hanya secara fisik dan ritual, Dedi juga secara konseptual menyerukan agar budaya lokal tetap hidup dalam era digitalisasi dan globalisasi. Ia menyebut bahwa negara maju seperti Jepang dan Tiongkok tetap menjaga tradisi desanya meskipun telah sangat modern. Ia menekankan bahwa tradisi lokal bisa dipertahankan dalam bentuk yang relevan, terkoneksikan dengan teknologi, terlibat dalam ekonomi kreatif, dan menjadi basis bagi pembangunan budaya serta identitas lokal yang kuat.
—
Tantangan yang Dihadapi dalam Merawat Tradisi
Modernisasi & Konsumerisme
Salah satu tantangan terbesar adalah pengaruh budaya populer dan konsumerisme yang sering kali lebih menarik bagi generasi muda dibandingkan tradisi lokal. Musik pop, tontonan digital, fashion modern, media sosial – semua ini menawarkan kenikmatan instan dan visual yang memikat, kadang membuat budaya tradisional terasa kurang relevan.
Keterbatasan Infrastruktur Budaya
Walau ada kebijakan seperti gedung pertunjukan, sebagian besar budaya lokal masih bergantung pada ruang tradisional, komunitas lokal, dan sarana sederhana. Keterbatasan anggaran, kurangnya fasilitas yang memadai, kurangnya pelatihan budaya untuk penduduk, dan sarana publik untuk seni budaya masih menjadi hambatan. Banyak tradisi hanya hidup di acara-acara lokal sekali-sekali dan tidak ada kesinambungan formal.
Distribusi Perhatian Wilayah dan Pemerataan
Jawa Barat sangat luas dengan keragaman budaya dan geografis: pesisir, pegunungan, kawasan urban, perdesaan, hingga masyarakat adat. Perancangan dan pelaksanaan program budaya harus memperhitungkan kebutuhan lokal, karakteristik lokal dan fisik wilayah. Tidak semua kecamatan memiliki kapasitas yang sama, baik dari sisi sumber daya manusia maupun sarana.
Konflik antara Tradisi & Kebijakan Modern
Beberapa tradisi bisa bertabrakan dengan kebijakan resmi atau norma modern—misalnya tradisi kelulusan atau wisuda sekolah yang dianggap berlebihan secara biaya, atau tradisi yang menuntut pertunjukan di luar ruang yang bisa menimbulkan kemacetan atau gangguan lingkungan. Dedi Mulyadi pernah melarang wisuda/perpisahan sekolah yang dianggap memberatkan orang tua.
—
Merajut Masa Depan: Tradisi + Pembangunan Berkelanjutan
Integrasi Budaya dalam Pembangunan Publik
Menjadikan budaya sebagai bagian dari perencanaan pembangunan publik adalah langkah penting. Infrastruktur budaya (gedung pertunjukan, ruang publik seni), kebijakan yang mendukung budaya lokal (festival, hibah, dukungan untuk pelaku seni), serta regulasi yang menjaga tradisi agar tidak hilang bisa dijadikan indikator pembangunan budaya.
Ekonomi Kreatif dan Budaya
Tradisi bukan hanya soal nostalgia atau budaya semata—tapi juga dapat menjadi basis ekonomi. Kuliner tradisional, kerajinan tangan (seni tekstil, anyaman, alat musik tradisional), fashion tradisi, dan produk budaya kreatif lain bisa dikembangkan. Dedi Mulyadi menyebut bahwa estetika tradisi bisa menjadi motor ekonomi Jawa Barat dalam rangka ekonomi kreatif budaya.
Peran Komunitas dan Generasi Muda
Generasi muda harus dilibatkan dalam pelestarian budaya agar tradisi tidak mati bersama generasi sebelumnya. Pengajaran budaya di sekolah, komunitas seni lokal, penggunaan media digital untuk dokumentasi dan penyebaran tradisi, pemanfaatan platform sosial media – semua ini alat yang sangat berpotensi.
Teknologi dan Digitalisasi sebagai Pendukung
Digitalisasi bukan musuh tradisi. Melalui platform digital, media sosial, aplikasi mobile, rekaman video/audio, dokumentasi digital—tradisi lokal bisa diabadikan, disebarluaskan, dan dikembangkan sehingga tetap hidup dan dikenal oleh generasi masa depan. Dedi Mulyadi dalam dialog kebangsaan menyatakan bahwa tradisi lokal harus bertahan di tengah arus industri & digitalisasi.
—
Contoh Nyata: Tradisi-Terobosan di Jawa Barat
Berikut beberapa contoh konkret bagaimana Dedi Mulyadi telah membuat langkah nyata:
Nama Program / Kebijakan Uraian
Festival Dulag Istimewa Melestarikan tradisi bedug menjelang Lebaran sebagai kegiatan kultural dan spiritual bersama masyarakat.
Gedung pertunjukan di kecamatan Upaya menyediakan fasilitas publik yang layak untuk pertunjukan seni, kegiatan budaya, kelulusan/perpisahan siswa lokal.
Wayang Janda (Jawa-Sunda kolaboratif) Menyatukan seni wayang kulit dan golek sebagai simbol keragaman budaya yang saling menghormati dan bersinergi.
Larangan wisuda/perpisahan sekolah yang memberatkan Mengurangi tradisi sekolah yang dianggap finansial memberatkan dan lebih mengedepankan esensi pendidikan daripada upacara atau kosmetik formalitas.
—
Manfaat dan Dampak yang Dirasakan
Penguatan Rasa Kebersamaan
Tradisi lokal yang dirawat membuat masyarakat merasakan bahwa mereka bagian dari komunitas yang dihargai. Kegiatan festival, pertunjukan budaya, serta ruang publik budaya mempererat jalinan sosial antar warga.
Identitas Lokal yang Terjaga
Dengan pelestarian budaya, bahasa, seni, tradisi religius dan adat—identitas lokal seperti budaya Sunda atau warisan budaya Cirebon, atau tradisi Islam kultural seperti ngaji, bedug—tidak hilang ditelan homogenisasi global. Ini penting agar generasi mendatang tidak kehilangan akar budayanya.
Potensi Pariwisata Budaya dan Ekonomi Lokal
Tradisi yang hidup bisa menjadi daya tarik wisata budaya. Festival, pertunjukan, suasana kampung adat, kerajinan lokal, kuliner tradisional, semuanya bisa diintegrasikan ke dalam paket wisata budaya. Hal ini membuka sumber pendapatan baru dan memberdayakan pelaku ekonomi lokal.
Kesadaran Sosial dan Lingkungan
Tradisi seringkali mengandung nilai gotong royong, kepedulian terhadap alam dan lingkungan, serta norma-norma sosial yang menekankan tanggung jawab bersama. Merawat tradisi berarti juga merawat nilai-nilai sosial yang membangun masyarakat yang lebih harmonis dan berkelanjutan.
—
Tantangan dan Solusi
Tantangan Solusi yang Bisa Diterapkan
Generasi muda kurang tertarik budaya lokal Pendidikan budaya di sekolah, lomba/tren kreatif berbasis budaya melalui media sosial, kolaborasi budaya + musik kontemporer
Budaya sebagai benda mati, tidak inovatif Adaptasi tradisi ke dalam bentuk kontemporer; kombinasi seni tradisi dan teknologi; desain, fashion, konten kreatif yang menarik
Anggaran terbatas untuk fasilitas budaya Aliansi publik-swasta, crowdfunding budaya, dana desa, hibah kebudayaan, partisipasi masyarakat
Risiko komersialisasi berlebihan atau eksploitasi budaya Pengaturan regulasi budaya, kode etik untuk pelaku seni & komunitas budaya, keterlibatan budayawan dan masyarakat adat dalam pengelolaan budaya
—
Merajut Masa Depan: Apa yang Bisa Kita Lakukan
Berkaca dari upaya Dedi Mulyadi, kita sebagai masyarakat juga memiliki peran dalam merawat tradisi dan merajut masa depan budaya Indonesia. Berikut beberapa langkah praktis:
1. Dukung dan hadiri acara budaya lokal — festival, pertunjukan seni, pentas rakyat. Dengan hadir, kita memberikan nyawa bagi tradisi.
2. Gunakan media sosial untuk menyebarkan budaya — berbagi video, foto, cerita tentang tradisi lokal, kuliner, musik, dan tarian.
3. Belajar budaya lokal — bahasa daerah, lagu tradisional, tarian, musik, cerita rakyat. Bisa dari keluarga, komunitas, sekolah.
4. Dukung kebijakan publik yang melestarikan budaya — beri masukan di forum publik, Musrenbang, atau melalui media lokal agar pemerintah terus memperhatikan ruang budaya dan fasilitas budaya.
5. Inovasi budaya — menggabungkan tradisi dengan seni kontemporer, teknologi, konten digital agar budaya tetap relevan dan menarik bagi generasi muda.
—
Kesimpulan
Dedi Mulyadi telah menunjukkan bahwa merawat tradisi bukan semata nostalgia atau pamer identitas lama, melainkan sebuah usaha strategis untuk membangun masa depan yang lebih kokoh, inklusif, dan bermartabat. Tradisi budaya lokal seperti bedug (festival dulag), wayang, pertunjukan seni lokal, serta infrastruktur budaya menjadi bagian dari visi Jabar Istimewa yang tidak hanya melihat aspek fisik pembangunan, tetapi juga nilai-nilai, identitas, spiritual, estetika dan ekonomi kreatif.
Melalui kebijakan-kebijakan nyata, dukungan terhadap budaya lokal, dan mendorong generasi muda agar tertarik dengan tradisi, Dedi Mulyadi merajut masa depan dimana budaya adalah sumber kekuatan, bukan sekedar pelengkap. Merawat tradisi = merajut masa depan yang menghargai akar, nilai, dan identitas manusia.
—
Ajakan
Kalau kamu ingin mengikuti terus perjalanan budaya dan tradisi yang dirawat oleh Kang Dedi, serta melihat bagaimana tradisi itu menjadi bagian dari masa depan Jawa Barat, yuk follow media sosial resminya: @dedimulyadi71. Di situ kamu akan melihat video, dokumentasi, kegiatan seni budaya, dan update kebijakan yang menjaga tradisi sambil membangun masa depan.
Mari bersama merawat tradisi, memperkuat identitas lokal, dan merajut masa depan yang penuh kebanggaan budaya!