Dedi Mulyadi: Membangun Infrastruktur Berbasis Kearifan Lokal
Pendahuluan
Pembangunan infrastruktur sering dipahami hanya sebatas pembangunan jalan, jembatan, atau gedung megah. Namun, bagi Dedi Mulyadi, pembangunan sejati adalah yang tidak sekadar menghadirkan fisik bangunan, tetapi juga menghidupkan kearifan lokal, menjaga lingkungan, serta memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
Sebagai tokoh politik dan mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi kerap menekankan pentingnya membangun dengan hati. Ia melihat bahwa infrastruktur berbasis kearifan lokal bukan hanya memperkuat identitas budaya Jawa Barat, tetapi juga mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Artikel ini akan mengulas bagaimana gagasan dan langkah Dedi Mulyadi dalam membangun infrastruktur yang berpijak pada kearifan lokal, sekaligus menjawab tantangan pembangunan modern di era globalisasi.
—
Infrastruktur dan Identitas Jawa Barat
Jawa Barat dikenal dengan kekayaan budayanya: mulai dari arsitektur tradisional Sunda, seni pertunjukan, hingga pola gotong royong masyarakat. Sayangnya, dalam pembangunan modern, banyak kearifan lokal yang terpinggirkan oleh desain serba beton dan gaya arsitektur asing.
Dedi Mulyadi hadir dengan visi berbeda:
Infrastruktur tidak boleh menghapus identitas lokal.
Pembangunan harus tetap berakar pada budaya masyarakat.
Lingkungan harus dilestarikan, bukan dirusak.
Dengan cara ini, infrastruktur bukan hanya sekadar fasilitas fisik, tetapi juga penjaga warisan budaya dan alam Jawa Barat.
—
Jejak Pemikiran Dedi Mulyadi
Sejak memimpin Purwakarta, Dedi Mulyadi dikenal berani mengambil keputusan berbeda dari pemimpin lain. Beberapa langkahnya antara lain:
1. Menghadirkan ornamen budaya Sunda pada bangunan publik, gapura, dan taman kota.
2. Membangun taman tematik yang tidak hanya indah, tetapi juga menjadi ruang interaksi sosial masyarakat.
3. Merevitalisasi situs budaya agar tetap hidup di tengah modernisasi.
4. Menghidupkan kembali kearifan lokal dalam tata ruang desa, seperti balai desa dan lapangan yang menjadi pusat kegiatan warga.
Bagi Dedi, pembangunan infrastruktur tanpa nilai budaya hanya akan menghasilkan bangunan mati yang tidak menyentuh kehidupan rakyat.
—
Infrastruktur Berbasis Kearifan Lokal ala Dedi Mulyadi
1. Jalan dan Jembatan yang Ramah Lingkungan
Pembangunan jalan dan jembatan seringkali merusak ekosistem. Namun, Dedi selalu menekankan agar proyek infrastruktur tetap memperhatikan konservasi alam, seperti tidak menebang pohon secara berlebihan dan menyesuaikan desain dengan kontur alam.
2. Ruang Publik sebagai Pusat Budaya
Dedi Mulyadi banyak membangun alun-alun, taman, dan ruang terbuka hijau yang dilengkapi dengan ornamen budaya Sunda. Tujuannya agar masyarakat tidak hanya menikmati fasilitas, tetapi juga merasa bangga dengan identitas budayanya.
3. Infrastruktur Pertanian
Sebagai daerah dengan mayoritas masyarakat petani, Jawa Barat membutuhkan irigasi dan jalan tani yang memadai. Dedi selalu menekankan pembangunan yang berpihak pada petani agar mereka bisa lebih sejahtera tanpa meninggalkan tradisi bertani yang sudah turun-temurun.
4. Pelestarian Sumber Air
Infrastruktur berbasis kearifan lokal juga terlihat dari upaya Dedi menjaga mata air, situ, dan sungai. Ia percaya, menjaga air adalah bagian dari warisan leluhur yang harus dilestarikan untuk generasi mendatang.
—
Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup
Pembangunan infrastruktur yang hanya berorientasi pada ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan masalah lingkungan. Dedi Mulyadi menolak cara pandang itu. Baginya, pembangunan harus berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan alam.
Menanam pohon di sekitar jalan baru sebagai bentuk penghijauan.
Melibatkan masyarakat adat dalam menentukan arah pembangunan.
Mengurangi penggunaan material yang merusak lingkungan.
Mendorong pembangunan berbasis energi terbarukan.
Dengan pendekatan ini, infrastruktur bukan hanya membangun wilayah, tetapi juga menjaga bumi tetap lestari.
—
Kearifan Lokal sebagai Fondasi Pembangunan
Dedi Mulyadi sering mengatakan bahwa masyarakat Sunda memiliki banyak kearifan dalam membangun. Misalnya:
Gotong royong (sabilulungan) dalam membangun rumah dan fasilitas desa.
Leuweung hejo masyarakat ngejo (hutan yang hijau, masyarakat sejahtera) sebagai falsafah menjaga hutan.
Ngarumat cai (merawat air) sebagai warisan budaya menjaga sumber mata air.
Dengan menghidupkan kembali nilai-nilai ini, pembangunan akan lebih berakar dan diterima masyarakat.
—
Tantangan Pembangunan di Era Modern
Tentu tidak mudah menerapkan konsep infrastruktur berbasis kearifan lokal. Ada sejumlah tantangan besar, antara lain:
Globalisasi arsitektur yang lebih mengedepankan desain modern tanpa nuansa budaya.
Tekanan investor yang cenderung mengejar keuntungan tanpa peduli lingkungan.
Kebutuhan pembangunan cepat sering membuat aspek kearifan lokal terabaikan.
Kurangnya kesadaran generasi muda terhadap pentingnya identitas budaya.
Namun, Dedi Mulyadi percaya bahwa dengan kepemimpinan yang konsisten, tantangan tersebut bisa diatasi.
—
Strategi Dedi Mulyadi untuk Jawa Barat
Dalam berbagai kesempatan, Dedi Mulyadi menyampaikan beberapa strategi untuk membangun infrastruktur Jawa Barat berbasis kearifan lokal, yaitu:
1. Integrasi budaya dalam desain arsitektur publik.
2. Pembangunan yang berpihak pada desa agar tidak ada kesenjangan dengan kota.
3. Pemberdayaan masyarakat adat dalam menjaga wilayahnya.
4. Revitalisasi situs sejara
h sebagai bagian dari infrastruktur pariwisata.
5. Kolaborasi multipihak (pemerintah, swasta, komunitas, akademisi) dalam setiap pembangunan.