spot_img
Wednesday, October 15, 2025
More
    spot_img
    HomeUncategorizedDedi Mulyadi dan Perjuangannya Mengangkat Kearifan Lokal Jawa Barat

    Dedi Mulyadi dan Perjuangannya Mengangkat Kearifan Lokal Jawa Barat

    -

    Nama Dedi Mulyadi selalu identik dengan kebudayaan Sunda dan nilai-nilai kearifan lokal. Ia bukan hanya dikenal sebagai politisi atau mantan Bupati Purwakarta, tapi juga sebagai tokoh budaya yang konsisten memperjuangkan warisan leluhur Jawa Barat agar tetap hidup di tengah derasnya arus modernisasi. Dedi percaya bahwa kearifan lokal bukan hal kuno yang harus ditinggalkan, tetapi fondasi moral dan identitas yang harus dijaga.

    Budaya Sebagai Identitas

    Bagi Dedi Mulyadi, kemajuan suatu daerah tidak hanya diukur dari gedung tinggi atau infrastruktur megah, tetapi dari seberapa kuat masyarakatnya mempertahankan akar budayanya. Ia sering mengatakan, “Kita bisa modern tanpa kehilangan jati diri.” Prinsip ini menjadi dasar setiap langkahnya dalam membangun Purwakarta dan memperkenalkan wajah budaya Sunda ke seluruh Indonesia.

    Ketika banyak pemimpin sibuk membangun fisik, Dedi justru membangun “rasa” dan “jiwa” masyarakatnya lewat seni, budaya, dan tradisi lokal. Ia percaya bahwa manusia yang mengenal budayanya akan lebih beretika, berempati, dan memiliki karakter kuat.

    Purwakarta: Miniatur Sunda

    Selama dua periode memimpin Purwakarta, Dedi menjadikan daerah itu sebagai contoh nyata bagaimana budaya bisa menjadi roh pembangunan. Ia menata ruang publik dengan sentuhan khas Sunda — dari arsitektur, patung, hingga nama-nama jalan yang berbahasa Sunda.

    Di setiap sudut kota, pengunjung bisa menemukan simbol budaya, seperti patung wayang, kujang, dan tokoh-tokoh pewayangan yang menggambarkan nilai-nilai moral. Langkah ini bukan sekadar estetika, tapi juga pendidikan karakter visual bagi masyarakat. Ia ingin agar generasi muda tidak lupa dengan tokoh-tokoh seperti Arjuna, Gatotkaca, dan Semar yang penuh makna filosofis.

    Selain itu, Dedi juga menghidupkan berbagai event budaya, seperti pawai adat, pagelaran wayang golek, rampak kendang, dan upacara adat Sunda. Ia tak segan turun langsung ke panggung, mengenakan pakaian adat, dan berbicara dengan bahasa Sunda halus. Semua itu dilakukan untuk menanamkan rasa bangga terhadap budaya sendiri.

    Nilai Kearifan Lokal dalam Kehidupan Sehari-hari

    Kearifan lokal bagi Dedi bukan hanya soal pakaian, musik, atau tarian tradisional. Lebih dalam dari itu, kearifan lokal adalah cara hidup — bagaimana manusia bersikap terhadap sesama, terhadap alam, dan terhadap Tuhan.

    Ia sering mencontohkan filosofi Sunda seperti silih asih, silih asah, silih asuh (saling mengasihi, saling mengajari, dan saling melindungi) sebagai nilai yang harus dihidupkan dalam kehidupan modern. Menurutnya, jika nilai-nilai itu benar-benar diamalkan, tidak akan ada konflik sosial, perpecahan, atau kebencian.

    Dedi juga memperkenalkan konsep “ngahiji jeung alam” — bersatu dengan alam. Ia melihat hubungan manusia dan alam sebagai satu kesatuan. Karena itu, banyak kebijakan lingkungannya juga dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya Sunda yang menghormati alam sebagai bagian dari kehidupan.

    Mengangkat Nilai Gotong Royong dan Kesederhanaan

    Dalam setiap kesempatan, Dedi selalu menekankan pentingnya gotong royong dan hidup sederhana. Ia menolak gaya hidup konsumtif dan mengajarkan masyarakat untuk bangga dengan hasil bumi sendiri. Di Purwakarta, ia membangun sistem sosial di mana warga saling membantu dalam kegiatan seperti bersih desa, panen bersama, hingga perayaan adat.

    Konsep gotong royong bukan hanya tradisi lama, tapi juga cara membangun solidaritas di tengah masyarakat modern yang cenderung individualistis. Menurut Dedi, “Kita tidak akan pernah besar kalau tidak punya rasa kebersamaan.”

    Ia juga dikenal sederhana dalam penampilan. Walau pernah menjabat sebagai pejabat tinggi, Dedi tetap memakai pakaian adat Sunda seperti iket dan kampret. Gaya hidupnya mencerminkan pesan moral: bahwa kemewahan bukan ukuran keberhasilan, melainkan seberapa bermanfaat kita bagi orang lain.

    Melestarikan Bahasa Sunda

    Salah satu bentuk perjuangan Dedi yang paling konsisten adalah dalam melestarikan bahasa Sunda. Ia sering menggunakan bahasa ini dalam pidato resmi, media sosial, hingga interaksi sehari-hari. Menurutnya, bahasa adalah jiwa budaya; jika bahasanya hilang, maka hilang pula jati diri masyarakatnya.

    Ia bahkan mendorong pelajar dan pegawai di lingkungan pemerintahan Purwakarta untuk membiasakan diri berbahasa Sunda setiap hari Jumat. Kebijakan sederhana ini ternyata berhasil menumbuhkan kebanggaan terhadap bahasa daerah, sekaligus mempererat hubungan antarwarga.

    Kearifan Lokal dalam Pendidikan

    Dedi juga berupaya agar kearifan lokal masuk ke dalam dunia pendidikan. Ia menggagas kurikulum berbasis budaya Sunda, di mana siswa tidak hanya belajar akademik, tetapi juga mengenal adat, tata krama, dan filosofi hidup masyarakat Sunda.

    Ia percaya bahwa pendidikan tanpa budaya hanya akan mencetak manusia pintar tapi tidak berkarakter. Karena itu, di sekolah-sekolah di Purwakarta, anak-anak diajarkan menyapa guru dengan sopan, mencintai alam, dan menghormati orang tua. Dedi ingin sekolah menjadi tempat menumbuhkan rasa hormat dan moral, bukan sekadar tempat mencari nilai.

    Menjaga Ritual dan Tradisi Leluhur

    Dedi juga aktif melestarikan berbagai ritual adat yang hampir punah. Ia sering hadir dalam upacara seren taun, ngalungsur pusaka, atau ruwatan bumi. Baginya, tradisi itu bukan sekadar seremoni, tapi simbol rasa syukur dan penghormatan terhadap leluhur.

    Ia menolak anggapan bahwa budaya lokal bertentangan dengan agama. Justru, menurutnya, budaya adalah sarana untuk mendekatkan manusia kepada Sang Pencipta. Ia sering mengatakan bahwa orang Sunda yang sejati bukan hanya yang bisa berbahasa Sunda, tapi yang bisa menjaga nilai-nilai luhur warisan karuhun.

    Kebudayaan Sebagai Alat Persatuan

    Salah satu hal paling menonjol dari perjuangan Dedi Mulyadi adalah upayanya menjadikan budaya sebagai alat pemersatu masyarakat. Ia menolak politisasi identitas yang memecah belah, dan lebih memilih budaya sebagai ruang dialog yang damai.

    Melalui seni, musik, dan tradisi, Dedi membangun komunikasi lintas generasi dan lintas agama. Ia percaya bahwa budaya bisa menembus batas-batas politik, karena budaya berbicara dengan rasa, bukan kepentingan.

    Perjuangan di Era Digital

    Kini, Dedi Mulyadi terus menyuarakan nilai-nilai kearifan lokal lewat media digital. Lewat akun media sosialnya, ia sering mengunggah video tentang kehidupan rakyat kecil, tradisi pedesaan, dan pesan moral yang diambil dari budaya Sunda.

    Konten-kontennya selalu bernuansa edukatif dan inspiratif, menunjukkan bahwa budaya tidak harus kaku atau kuno — bisa disampaikan dengan cara modern, tapi tetap membawa nilai yang sama. Ia ingin agar generasi muda tetap terkoneksi dengan akar budayanya, walau hidup di zaman digital.

    Kesimpulan

    Perjuangan Dedi Mulyadi dalam mengangkat kearifan lokal Jawa Barat bukan hanya bentuk cinta terhadap masa lalu, tetapi juga strategi membangun masa depan yang berkarakter. Ia mengajarkan bahwa kemajuan tidak berarti meninggalkan budaya, melainkan memadukannya dengan kehidupan modern.

    Melalui tindakan nyata, kebijakan publik, dan keteladanan pribadi, Dedi membuktikan bahwa budaya Sunda bisa menjadi kekuatan moral, sosial, dan spiritual yang luar biasa. Ia bukan sekadar tokoh politik, tapi penjaga warisan budaya Sunda yang menginspirasi banyak orang.

    Dedi Mulyadi mengingatkan kita bahwa di tengah modernisasi yang cepat, tetap ada hal yang tidak boleh hilang: jati diri. Sebab tanpa budaya, manusia hanyalah tubuh tanpa jiwa.

    Related articles

    Stay Connected

    0FansLike
    0FollowersFollow
    0FollowersFollow
    0SubscribersSubscribe
    spot_img

    Latest posts