spot_img
Wednesday, October 15, 2025
More
    spot_img
    HomeUncategorizedDedi Mulyadi dan Filosofi 'Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh' dalam Pemerintahan

    Dedi Mulyadi dan Filosofi ‘Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh’ dalam Pemerintahan

    -

    Pendahuluan

    Dalam budaya Sunda, terdapat nilai-nilai luhur yang menjadi pilar moral masyarakat, yaitu Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh. Arti harfiahnya:

    Silih Asih: saling mencintai, penuh kasih sayang

    Silih Asah: saling mencerdaskan, memupuk kecerdasan bersama

    Silih Asuh : saling membimbing, menjaga, dan merawat satu sama lain

    Kearifan ini membentuk keharmonisan sosial, komunitas yang kuat, dan menjunjung tinggi gotong royong sebagai tulang punggung masyarakat Sunda

    Siapa Dedi Mulyadi dan Apa Relevansinya?

    Dedi Mulyadi, juga dikenal sebagai Kang Dedi, adalah tokoh politik asal Jawa Barat yang dikenal menyisipkan nilai-nilai budaya dalam kepemimpinannya. Ia sangat mempopulerkan filosofi Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh dalam praktik pemerintahan dan pembangunan daerah

    Dalam pendekatan kepemimpinannya, Dedi Mulyadi mengintegrasikan:

    Nilai moral dari budaya Sunda

    Etika Islam seperti amarah (amanah), syura (musyawarah), dan adil (keadilan) Responsivitas terhadap kebutuhan rakyat (pro–wong cilik)

    Kepemimpinan transformatif yang etis dan bermoral. Makna Filosofi dalam Praktik Pemerintahan

    Silih Asih Saling Mengasihi dalam Pelayanan Publik

    Dalam banyak pesannya, Dedi menegaskan bahwa pembangunan bukan sekedar tumpukan infrastruktur, namun bagaimana perasaan hadir di hati masyarakat. Ia menekankan pentingnya empati dan respons terhadap kesulitan warga

    Silih Asah Saling Mencerdaskan melalui Kebijakan dan Pendidikan

    Filosofi ini mendorong interaksi kolektif yang memperkuat pengetahuan dan kecerdasan masyarakat. Dalam konteks pemerintahan, hal ini tercermin dalam kebijakan program edukasi, pelatihan masyarakat, dan komunikasi terbuka dalam musyawarah warga

    Silih Asuh Saling Membimbing dan Pelihara Keutuhan Sosial

    Konsep memimpin bukan berarti menjauh, namun hadir sebagai pelindung dan pembimbing masyarakat. Dedi memaknai ini sebagai tanggung jawab menjaga generasi saat ini dan masa depan untuk diwariskan kepada anak cucu

    Implementasi di Jawa Barat: Antara Gagasan dan Kritik

    Sebagian kalangan melihat filosofi ini sebagai simbol positif. Nilai gotong royong, pendidikan, kasih sayang, dan perlindungan adalah karakter ideal pemimpin Sunda seperti Prabu Siliwangi

    Namun, ada kritik yang menyebutkan bahwa implementasi ini terkadang hanya bersifat simbolik, kurang didampingi kajian mendalam atau kebijakan yang sistematis. Misalnya, keputusan transfer pelajar ke barak militer tanpa dialog, atau penggusuran tanpa mempertimbangkan dampak sosial. Kritik ini menyebut bahwa praktik seperti itu melanggar prinsip Silih Asah dan Silih Asuh sebenarnya

    Dilema dan Titik Temu

    Dalam dialog publik, muncul pertanyaan: apakah filosofi budaya dijadikan alat legitimasi politik atau benar-benar dihidupkan melalui kebijakan inklusif dan keinginan sosial?

    Lebih cenderung ke pencitraan visual (media sosial, citra heroik) daripada langkah struktural yang memberi manfaat nyata

    Peluang

    Memadatkan filosofi lokal dalam kebijakan platform secara konkret akan memberi dampak jangka panjang bukan hanya romantisme budaya, tetapi fondasi nilai autentik masyarakat Sunda.

    Merancang Kepemimpinan yang Berdimensi Budaya dan Etis

    Untuk menghidupkan filosofi ini secara utuh, kepemimpinan ideal perlu:

    Mengutamakan dialog dan partisipasi masyarakat (Silih Asah)Menanamkan empati nyata dalam pelayanan publik (Silih Asih)Menjaga keharmonisan sosial dan kaum rentan (Silih Asuh)Memastikan kebijakan budaya lestari, bukan hanya simbol visual

    Kesimpulan

    Filosofi Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh adalah warisan budaya Sunda yang mengajarkan persatuan, gotong royong, dan kemanusiaan. Dedi Mulyadi berusaha menjadikannya dasar pemerintahan yang responsif, etis, dan aman.

    Namun, tantangan tetap ada: bagaimana memastikan bahwa nilai-nilai luhur itu menjadi implementasi konkret, bukan hanya retorika publik?

    Untuk menjawabnya, kita perlu terus merangkai dialog, kritik konstruktif, dan ide kebijakan berbasis budaya. Jika filosofi ini benar-benar hidup dalam sistem pemerintahan, maka bukan hanya citra melainkan warisan budaya yang membangun masa depan.

    Jika Anda tertarik pada perbincangan seputar budaya, kepemimpinan modern, atau filosofi Sunda, jangan lupa follow akun sosmed beliau: @dedimulyadi71

    agar terus mendapat informasi inspiratif dan update terkini

    @dedimulyadi71@fans KDM@_kangdedimulyadi.com

    lihat artikel lainya

    https://kangdedimulyadi.com/analisis-pemikiran-kang-dedi-mulyadi-tentang-pembangunan-ekonomi-kerakyatan/

    Related articles

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Stay Connected

    0FansLike
    0FollowersFollow
    0FollowersFollow
    0SubscribersSubscribe
    spot_img

    Latest posts