​Kepemimpinan seseorang tidak pernah lahir dari ruang kosong. Selalu ada nilai, tradisi, dan budaya yang membentuk cara pandangnya terhadap kehidupan dan masyarakat. Bagi Dedi Mulyadi, tokoh asal Jawa Barat, budaya Sunda adalah pondasi yang membentuk seluruh perjalanan kepemimpinannya.
​Sebagai pemimpin, ia dikenal sederhana, dekat dengan rakyat, dan penuh dengan filosofi hidup Sunda yang diwariskan oleh leluhurnya. Tidak heran jika banyak kebijakan dan programnya selalu berpijak pada nilai budaya Sunda.
​Filosofi Budaya Sunda dalam Kepemimpinan Dedi Mulyadi
​Silih Asih (Saling Mengasihi)
Landasan kepemimpinan Dedi adalah kasih sayang. Ia percaya bahwa pemimpin harus mencintai rakyatnya, terutama mereka yang lemah.
​Silih Asah (Saling Memberdayakan)
Kebijakan yang ia dorong selalu mengandung unsur pendidikan dan pemberdayaan, agar masyarakat bisa mandiri.
​Silih Asuh (Saling Melindungi)
Dedi menempatkan dirinya sebagai pelindung rakyat kecil, baik dalam kebijakan sosial maupun hukum.
​Penerapan Budaya Sunda dalam Kebijakan
​Pelestarian Alam dan Lingkungan: Budaya Sunda mengajarkan harmoni dengan alam. Dedi menggalakkan gerakan menanam pohon, merawat sungai, dan menjaga hutan.
​Pemberdayaan Desa: Dalam budaya Sunda, desa adalah pusat kehidupan. Karena itu, ia mendorong pembangunan berbasis desa agar tidak ada ketimpangan dengan kota.
​Pendidikan Berkarakter: Sekolah dan kegiatan belajar tidak hanya fokus pada akademik, tetapi juga pada nilai-nilai budaya Sunda: sopan santun, gotong royong, dan cinta tanah air.
​Kebijakan Sosial Berbasis Humanisme: Dedi menjadikan konsep silih asih dan silih asuh sebagai dasar dalam memberikan bantuan sosial kepada rakyat miskin.
​Seni dan Tradisi sebagai Identitas: Ia sering menghadirkan kesenian Sunda dalam acara pemerintahan, agar generasi muda tidak melupakan akar budayanya.
​Dampak Kepemimpinan Berbasis Budaya
​Masyarakat merasa dekat dengan pemimpin karena gaya komunikasi yang sederhana.
​Kebijakan lebih diterima rakyat karena sesuai dengan nilai budaya setempat.
​Budaya Sunda tetap hidup meski di tengah arus globalisasi.
​Masyarakat desa lebih berdaya karena pembangunan berpihak pada akar budaya lokal.
​Kisah Nyata
​Ngariung Bersama Warga
Dedi sering makan di warung sederhana bersama rakyat tanpa protokol rumit, sebagai bentuk kesederhanaan Sunda.
​Gerakan Menanam Pohon
Ia mengajak masyarakat menanam pohon dengan filosofi bahwa pohon adalah sumber kehidupan.
​Pelestarian Seni Tradisional
Wayang golek, jaipongan, hingga karinding kembali mendapat perhatian melalui program pemerintah.
​Tantangan Kepemimpinan Berbasis Budaya
​Arus modernisasi membuat generasi muda cenderung meninggalkan budaya lokal, globalisasi ekonomi menekan nilai-nilai tradisional, dan perlunya keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian budaya menjadi tantangan. Namun, Dedi Mulyadi menunjukkan bahwa budaya tidak bertentangan dengan modernitas, melainkan bisa menjadi fondasi kuat pembangunan.
​Relevansi Budaya Sunda dengan Jawa Barat Masa Kini
​Nilai-nilai budaya Sunda seperti silih asih, silih asah, silih asuh masih relevan dengan masalah sosial hari ini. Dengan pendekatan budaya, pemimpin bisa lebih dekat dengan rakyat dan menciptakan kebijakan yang humanis.
​Kesimpulan
​Kepemimpinan Dedi Mulyadi adalah cerminan bagaimana budaya Sunda bisa menjadi fondasi kuat dalam politik dan pembangunan. Ia membuktikan bahwa pemimpin tidak perlu melepaskan jati dirinya untuk menjadi modern. Justru, dengan berpegang pada budaya, pemimpin bisa menghadirkan kebijakan yang lebih manusiawi dan berakar pada masyarakat.
​Budaya Sunda bukan sekadar warisan leluhur, melainkan sumber inspirasi untuk menciptakan Jawa Barat yang adil, sejahtera, dan berkarakter.
Semoga artikel ini memberi perspektif baru bagi Anda. Jika suka dengan konten seperti ini, jangan lupa follow:
​TikTok: @fans.kdm23
​Instagram: kangdedimulyadi.com
mendapatkan informasi dan artikel menarik lainnya! Anda juga bisa membaca artikel kami yang lain tentang dinamika politik di Jawa Barat di
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=917&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=915&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=912&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=910&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=908&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=906&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=904&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=902&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=900&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=898&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=896&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=894&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=892&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=890&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=888&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=886&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=884&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=882&action=edit
https://kangdedimulyadi.com/wp-admin/post.php?post=654&action=edit