spot_img
Wednesday, October 15, 2025
More
    spot_img
    HomeUncategorizedBudaya Sunda dalam Kepemimpinan KDM

    Budaya Sunda dalam Kepemimpinan KDM

    -

    Budaya Sunda dalam Kepemimpinan KDM

     

    Pendahuluan

     

    Kepemimpinan tidak hanya soal strategi politik dan kebijakan birokrasi. Dalam banyak kasus, kepemimpinan justru dinilai dari nilai budaya yang mengiringinya. Itulah yang terlihat dalam sosok Kang Dedi Mulyadi (KDM). Politisi asal Purwakarta ini sering dipuji karena konsistensinya membawa budaya Sunda sebagai roh dalam kepemimpinannya.

     

    Bagi KDM, budaya bukan sekadar simbol atau pertunjukan. Budaya adalah jati diri masyarakat Jawa Barat yang harus dijaga, dihidupkan, sekaligus menjadi pedoman dalam mengambil keputusan. Karena itu, gaya kepemimpinan KDM kerap disebut sebagai kepemimpinan humanis berbasis kearifan lokal Sunda.

     

     

     

    1. Budaya Sunda sebagai Identitas Jawa Barat

     

    Jawa Barat dikenal sebagai salah satu daerah dengan warisan budaya paling kaya di Indonesia. Ada bahasa, seni, adat, hingga falsafah hidup Sunda yang masih dijaga hingga kini.

     

    Nilai-nilai utama dalam budaya Sunda antara lain:

     

    Silih asih, silih asah, silih asuh (saling mengasihi, mengasah, dan mengasuh).

     

    Someah hade ka semah (ramah terhadap tamu).

     

    Gotong royong dan musyawarah dalam kehidupan sosial.

     

     

    KDM melihat budaya ini bukan sekadar peninggalan, melainkan panduan untuk menjalankan pemerintahan.

     

     

     

    2. Dedi Mulyadi: Politisi yang Lahir dari Tanah Sunda

     

    Kang Dedi Mulyadi lahir di Subang, tumbuh dalam lingkungan pedesaan Sunda yang kental dengan nilai kekeluargaan. Sejak kecil, ia akrab dengan kesenian rakyat, bahasa Sunda, hingga kebiasaan masyarakat yang menjunjung tinggi kesederhanaan dan kebersamaan.

     

    Pengalaman masa kecil ini sangat memengaruhi gaya kepemimpinannya. Saat menjadi Bupati Purwakarta dua periode, ia tidak melupakan akar budaya. Justru ia menjadikannya sebagai ciri khas yang membedakannya dari tokoh politik lain.

     

     

     

    3. Pakaian Adat Sunda: Simbol Kesederhanaan

     

    Salah satu ciri khas KDM adalah konsistensinya mengenakan pakaian adat Sunda dalam berbagai acara resmi maupun kunjungan lapangan.

     

    Ia sering memakai baju kampret hitam dan iket kepala khas Sunda.

     

    Simbol ini bukan pencitraan, melainkan representasi bahwa pemimpin adalah bagian dari rakyat.

     

    Pakaian adat menjadi pesan moral: sederhana, bersahaja, dan membumi.

     

     

    Dengan cara ini, KDM berhasil menghidupkan kembali kebanggaan masyarakat Jawa Barat terhadap identitas budayanya.

     

     

     

    4. Seni dan Monumen Budaya di Purwakarta

     

    Saat memimpin Purwakarta, KDM menjadikan kota itu sebagai etalase budaya Sunda.

     

    Ia membangun Taman Air Mancur Sri Baduga yang menampilkan legenda Sunda.

     

    Membuat patung-patung tokoh pewayangan dan pahlawan Sunda di ruang publik.

     

    Mengadakan festival budaya tahunan yang mengundang perhatian nasional.

     

     

    Kebijakan ini menjadikan Purwakarta dikenal bukan hanya sebagai kota administratif, tetapi juga sebagai kota budaya.

     

     

     

    5. Falsafah Sunda dalam Kepemimpinan Humanis

     

    KDM sering menekankan bahwa pemimpin harus meneladani falsafah Sunda:

     

    Nyaah ka sasama → pemimpin harus menyayangi rakyatnya.

     

    Adil sareng bijaksana → adil dan bijaksana dalam membuat keputusan.

     

    Hirup kudu nyunda → hidup dengan memegang nilai moral dan budaya.

     

     

    Falsafah ini diterapkan dalam kebijakan publik, misalnya dalam program pemberdayaan petani, pelaku UMKM, hingga seniman lokal.

     

     

     

    6. Politik Humanis: Menghadirkan Pemimpin Merakyat

     

    Budaya Sunda menekankan kerendahan hati dan kepedulian sosial. KDM menerjemahkan nilai ini dalam gaya politiknya:

     

    Tidak segan makan bersama rakyat kecil.

     

    Turun langsung membantu warga saat ada musibah.

     

    Berdialog dengan bahasa sederhana, bukan bahasa birokrasi kaku.

     

     

    Inilah alasan banyak warga Jawa Barat menyebut KDM sebagai pemimpin merakyat. Kepemimpinan humanisnya bukan teori, tapi praktik nyata.

     

     

     

    7. Menjawab Kritik dengan Budaya Sunda

     

    Sebagai tokoh publik, KDM tentu sering dikritik. Namun, ia jarang membalas dengan kemarahan. Alih-alih, ia mencontohkan prinsip Sunda: “leuleus, teuleus, cageur, bageur” – lembut, luwes, sehat, dan baik hati.

     

    Sikap ini membuatnya tetap dihormati, meskipun berada dalam situasi politik yang penuh polarisasi.

     

     

     

    8. Budaya Sunda sebagai Strategi Politik Jawa Barat

     

    Tidak bisa dipungkiri, pendekatan KDM terhadap budaya Sunda juga menjadi strategi politik yang efektif.

     

    Masyarakat merasa lebih dekat dengan pemimpin yang memahami budaya mereka.

     

    Identitas budaya membuat KDM tampil berbeda dari politisi lain.

     

    Budaya menjadi alat menyatukan masyarakat di tengah polarisasi politik.

     

     

    Dengan cara ini, KDM berhasil memosisikan diri sebagai politisi berkarakter unik di Jawa Barat.

     

     

     

    9. Inspirasi bagi Generasi Muda

     

    Generasi muda Jawa Barat seringkali jauh dari akar budaya karena terpengaruh arus globalisasi. Kehadiran KDM dengan budaya Sunda justru menjadi inspirasi baru:

     

    Membuat budaya terlihat modern dan relevan.

     

    Menunjukkan bahwa identitas lokal bisa berjalan seiring dengan pembangunan.

     

    Mengajak anak muda bangga dengan akar budayanya.

     

     

    Melalui media sosial, KDM bahkan sering menampilkan konten edukatif soal budaya Sunda yang dikemas ringan.

     

     

     

    10. Konsistensi: Dari Purwakarta ke Level Jawa Barat

     

    Keberhasilan KDM menjaga budaya di Purwakarta membuat banyak orang menantikan perannya di level Jawa Barat. Ia dinilai konsisten, tidak sekadar menggunakan budaya sebagai pencitraan politik, melainkan benar-benar menanamkan nilai itu dalam kehidupan sehari-hari.

     

    Bahkan setelah tidak lagi menjabat bupati, ia tetap tampil dengan cara yang sama: sederhana, merakyat, dan berbudaya.

     

     

     

    11. Budaya Sunda dalam Konteks Nasional

     

    Meski identik dengan Jawa Barat, gaya kepemimpinan KDM bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia.

     

    Di tengah arus politik nasional yang cenderung pragmatis, KDM menawarkan model kepemimpinan berbasis budaya: mengelola pemerintahan dengan kearifan lokal, humanisme, dan kedekatan emosional dengan rakyat.

     

     

     

    Kesimpulan

     

    Kepemimpinan KDM menunjukkan bahwa budaya Sunda bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi juga panduan untuk masa depan. Dari cara berpakaian, membangun kebijakan, hingga berinteraksi dengan rakyat, KDM konsisten membawa nilai budaya dalam setiap langkahnya.

     

    Di tengah perubahan zaman dan modernisasi, sosok KDM menjadi bukti bahwa budaya lokal bisa bersinergi dengan politik dan pembangunan. Tidak berlebihan jika masyarakat Jawa Barat menilai KDM sebagai pemimpin yang merakyat, humanis, dan berakar kuat pada budaya Sunda.

     

     

     

    Ajakan untuk Pembaca

     

    Ingin melihat lebih dekat bagaimana Kang Dedi Mulyadi (KDM) menghidupkan budaya Sunda dalam kepemimpinan sehari-hari?

     

    👉 Ikuti akun media sosial resmi beliau di: dedimulyadi71

     

    Di sana Anda bisa menemukan inspirasi tentang kepemimpinan humanis, kesederhanaan, serta kecintaan pada budaya yang bisa membawa perubahan nyata.

     

     

     

     

     

    Related articles

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    Stay Connected

    0FansLike
    0FollowersFollow
    0FollowersFollow
    0SubscribersSubscribe
    spot_img

    Latest posts