Pendahuluan
Dalam era globalisasi dan dinamika politik yang cepat berubah, pembangunan tidak hanya soal fisik—jalan, gedung, atau infrastuktur—tetapi juga soal kekerasan identitas, budaya, dan karakter bangsa. Kang Dedi Mulyadi muncul sebagai figur penting yang memadukan pembangunan fisik dan diplomasi budaya sebagai pijakan untuk kemajuan masyarakat di Jawa Barat dan nasional. Artikel ini akan membahas bagaimana diplomasi budaya dijalankan Kang Dedi, manfaatnya, tantangan, serta implikasi bagi pembangunan berkelanjutan. Kata kunci seperti budaya Sunda, pembangunan berbasis budaya lokal, kepemimpinan budaya, kearifan lokal, identitas lokal akan sering muncul — karena inilah topik yang banyak dicari di Google.co.id terkait Kang Dedi.
Siapa Kang Dedi Mulyadi?
Kang Dedi Mulyadi (lahir 11 April 1971) adalah tokoh politik dari Jawa Barat.
Beliau pernah menjadi Bupati Purwakarta selama dua periode (2008-2018) dan kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat sejak Februari 2025.
Kang Dedi dikenal bukan hanya sebagai pemimpin administratif, tetapi juga sebagai pemimpin budaya: seseorang yang sangat memperhatikan pelestarian budaya lokal terutama budaya Sunda, identitas masyarakat, tradisi, dan kearifan lokal
Apa itu Diplomasi Budaya?
Sebelum membahas bagaimana Kang Dedi melakukan diplomasi budaya, perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan istilah itu. Diplomasi budaya adalah penggunaan budaya sebagai alat diplomasi atau komunikasi untuk membangun hubungan, memperkuat identitas, meningkatkan toleransi, memperluas pengaruh melalui soft power, serta membangkitkan rasa bangga terhadap warisan budaya.
Dalam konteks lokal, diplomasi budaya berarti bahwa aspek budaya yang sering dipandang sebagai “tradisi” atau “warisan masa lalu” diposisikan sebagai elemen aktif dalam pembangunan—baik pembangunan sosial, ekonomi, pendidikan, dan identitas warga.
Diplomasi Budaya dalam Kepemimpinan Kang Dedi
Berikut ini adalah beberapa cara Kang Dedi Mulyadi mengimplementasikan diplomasi budaya dalam pembangunan:
1. Pembangunan Berbasis Kearifan Lokal
Semasa menjabat Bupati Purwakarta, Kang Dedi meluncurkan program “Purwakarta Berkarakter” yang menekankan religiusitas dan kearifan lokal.
Kebudayaan Kemendikbud
Ia mendorong masyarakat menghias lingkungan dengan aksesoris bambu khas Sunda—seperti boboko, kentongan, nyiru, dan sejenisnya. Aksesoris bambu itu bukan semata hiasan, tapi simbol budaya yang memiliki makna dalam kehidupan masyarakat.
Salam “sampurasun” dan kentongan (kohkol) dijadikan cara untuk memperkuat rasa kebersamaan, toleransi, gotong-royong. Lebih dari itu, kegiatan massal pernah dilakukan di Purwakarta: pengucapan salam Sunda dalam jumlah besar dan pemakaian kentongan bersama.
Kebudayaan Kemendikbud
2. Memadukan Tradisi dan Modernitas
Dalam pembangunan infrastruktur dan ruang publik, ia menanamkan nilai budaya Sunda. Misalnya, desain bangunan dan ruang publik, taman, dekorasi kota, patung-patung tokoh budaya pewayangan di Purwakarta.
Di “Lembur Pakuan”, kediaman atau rumahnya yang sekaligus menjadi pusat budaya & edukasi budaya Sunda, dilakukan workshop kerajinan tangan, pelatihan bahasa Sunda, pagelaran seni tradisional. Ini contoh bagaimana budaya tidak hanya menjadi tontonan, tetapi dijadikan kegiatan aktif dan pelibatan masyarakat.
SinergiNews
3. Mengangkat Filosofi Lokal sebagai Pondasi Pembangunan
Saat memperingati hari jadi Jawa Barat ke-80, Kang Dedi dalam pidatonya menekankan bahwa pembangunan haruslah berakar pada akar kebudayaan.
Ia menyebut filosofi Sunda seperti silih asih, silih asah, silih asuh, konsep Rama, Resi, Prabu sebagai pilar civil society, pentingnya kecerdasan intelektual dan emosional serta spiritual. Pembangunan bukan hanya soal fisik, tapi juga soal membangun karakter.
4. Diplomasi Budaya sebagai Soft Power
Kang Dedi mempromosikan budaya Sunda ke tingkat yang lebih luas—tidak hanya lokal atau provinsi, tetapi juga nasional dan internasional melalui media, festival budaya, dan kolaborasi. Purwakarta pernah mencatat rekor pengucapan salam Sunda “sampurasun” dan pemukulan kentongan terbanyak.Program budaya dan tradisi dijadikan daya tarik wisata budaya, edukasi, dan pekerjaan kreatif bagi masyarakat lokal. Misalnya kerajinan bambu dan anyaman, serta pelibatan warga dalam kegiatan budaya sebagai sumber pendapatan dan identitas.
Manfaat Diplomasi Budaya yang Dijalankan
Diplomasi budaya seperti yang dilakukan Kang Dedi membawa berbagai manfaat nyata bagi pembangunan:
Penguatan Identitas Lokal
Masyarakat merasa bangga terhadap budaya mereka sendiri. Budaya Sunda tidak lagi menjadi sesuatu yang dianggap kuno, tetapi menjadi bagian identitas hidup sehari-hari.
Pertumbuhan Ekonomi Lokal
Industri kerajinan bambu, workshop budaya, wisata budaya, dan kegiatan publik berbasis budaya memberi peluang ekonomi bagi pelaku lokal—seniman, pengrajin, pemandu wisata budaya.
Peningkatan Toleransi dan Kebersamaan SosialNilai-nilai seperti gotong-royong, saling menghormati, saling asah, salinasih, dan saling asuh menjadi jembatan antar generasi, antar daerah, bahkan antar kelompok masyarakat.
Karakter dan Pendidikan
Dengan mengintegrasikan nilai budaya ke dalam pendidikan dan kehidupan publik, generasi muda tidak hanya dibentuk secara akademik tetapi juga terbawa nilai moral, estetika, dan spiritual.
Keberlanjutan Pembangunan
Pembangunan yang hanya fisik dan tanpa dasar budaya bisa kehilangan arah, mudah rusak karena tidak ada rasa memiliki. Dengan budaya sebagai pondasi, pembangunan menjadi lebih berkelanjutan karena masyarakat ikut menjaga warisan mereka sendiri.
Tantangan dalam Melaksanakan Diplomasi Budaya
Tetap ada tantangan yang perlu dihadapi agar diplomasi budaya dalam pembangunan berjalan efektif:
Resistensi dari kelompok konservatif
Ada kelompok yang menganggap simbol budaya atau tradisi lokal bertentangan dengan agama atau norma tertentu. Contoh: pembangunan patung-patung tradisional atau penggunaan “salam sampurasun” pernah menjadi kontroversi.
Komersialisasi yang mereduksi makna
Ketika budaya dijadikan atraksi wisata atau komoditas, ada risiko nilai filosofis, spiritual, dan sejarahnya hilang atau dipermudah sehingga terasa dangkal.
Regenerasi dan minat generasi mudaKeterbatasan anggaran dan sumber daya
Program budaya sering mendapat prioritas anggaran rendah dibanding infrastruktur fisik. Pelatihan, pemeliharaan, ruang publik, sumber daya manusia (budayawan, seniman) butuh dukungan keuangan dan regulasi.
Kesinambungan kebijakan lintas kepemimpinan
Bila setiap pemimpin baru tidak melanjutkan budaya sebagai bagian pembangunan, maka budaya bisa kembali terpinggirkan.
Implikasi Diplomasi Budaya bagi Pembangunan Jawa Barat dan Indonesia
Diplomasi budaya ala Kang Dedi mempunyai beberapa implikasi penting:
Model Kepemimpinan Baru
Kepemimpinan yang bukan hanya teknokratik, tetapi juga budaya. Pemerintah bukan hanya penyedia layanan, tapi pemelihara identitas dan kebudayaan.
Pembangunan yang Inklusif dan Partisipatif
Dengan budaya, masyarakat menjadi partisipan aktif. Misalnya melalui kegiatan budaya massal atau komunitas budaya lokal, warga ikut merancang dan merasakan manfaat pembangunan.
Penguatan Soft Power Jawa Barat
Jawa Barat bisa menjadi contoh bagaimana budaya lokal bisa menjadi daya tarik sekaligus identitas yang diperkuat dalam pembangunan. Ini membantu promosi wisata, karya budaya, dan reputasi di luar provinsi.
Penguatan Integrasi Nasional
Meski budaya lokal sangat khas, diplomasi budaya juga bisa memperkuat kesatuan nasional: dengan saling menghargai budaya daerah sebagai bagian dari kekayaan bangsa. Ini sesuai dengan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pembangunan Karakter dan Moralitas
Budaya mengandung nilai moral, spiritual, dan etika yang diperlukan dalam menghadapi masalah sosial seperti ketidakadilan, korupsi, individualisme ekstrem.
Studi Kasus: Purwakarta dan Lembur Pakuan
Purwakarta Berbasis Budaya
Purwakarta di bawah kepemimpinan Kang Dedi telah menjadi studi kasus penting bagaimana budaya bisa dibawa masuk ke tengah masyarakat melalui kebijakan publik:
Program penghiasan lingkungan dengan aksesoris bambu.
Kebudayaan Kemendikbud
Rekor pengucapan salam Sunda “sampurasun” dan pemukulan kentongan bersama.
Kebudayaan Kemendikbud
Penempatan patung budaya dan dekorasi seni pada ruang publik.
Lembur Pakuan: Rumah dan Pusat Budaya Sunda
Lembur Pakuan bukan hanya kediaman Gubernur tetapi dijadikan pusat budaya, edukasi, dan pelestarian tradisi Sunda. Workshop budaya, pelatihan bahasa Sunda, dan kegiatan seni diajak masyarakat di sana.
Tempat ini menjadi simbol bahwa rumah pemimpin pun menjadi ruang publik budaya, tidak hanya tempat administratif, tetapi ruang inspirasi kebudayaan.
Kesimpulan
Kang Dedi Mulyadi adalah contoh pemimpin yang mempraktikkan diplomasi budaya sebagai bagian integral dari pembangunan. Ia membawa identitas lokal, budaya Sunda, tradisi, dan nilai-nilai luhur ke dalam kebijakan publik, ruang publik, pendidikan, serta interaksi sosial. Diplomasi budaya tidak hanya memperkuat identitas, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal, toleransi sosial, karakter dan moral masyarakat, dan keberlanjutan pembangunan itu sendiri.
Jika kamu tertarik dengan topik budaya Sunda, pembangunan berbasis kearifan lokal, atau kiprah Kang Dedi Mulyadi dalam diplomasi budaya, ayo follow sosial media @dedimulyadi71. Dengan follow, kamu bisa mendapatkan update langsung tentang program-program budaya, pembangunan karakter, dan inisiatif-inisiatif menarik lainnya yang mendukung pelestarian budaya dan identitas lokal. Jadilah bagian dari gerakan budaya dan pembangunan yang berkarakter!
@dedimulyadi71@fams KDM32@_kangdedimulyadi.com
lihat artikel lainya