Pendahuluan
Kemandirian desa adalah salah satu kunci kemajuan bangsa. Namun, tidak semua pemimpin mampu menerjemahkan konsep itu menjadi tindakan konkret. Kang Dedi Mulyadi termasuk sedikit dari mereka yang berhasil. Ia tidak hanya bicara tentang pembangunan desa, tapi benar-benar menanamkan semangat mandiri di tengah masyarakat. Dengan filosofi Sunda yang ia pegang teguh dan kepemimpinan yang berakar pada kemanusiaan, Dedi berhasil membuktikan bahwa desa bisa maju tanpa harus kehilangan jati diri.
Filosofi Sunda dalam Pembangunan Desa
Bagi Dedi, desa bukan tempat yang tertinggal, melainkan ruang kehidupan yang kaya akan nilai dan potensi. Ia sering mengatakan bahwa kearifan lokal adalah sumber daya yang luar biasa jika dikelola dengan baik. Prinsip silih asih, silih asah, silih asuh menjadi dasar dalam setiap langkahnya.
Filosofi ini ia terapkan dengan mengedepankan kebersamaan warga. Setiap pembangunan di desa harus melibatkan masyarakat secara langsung, agar hasilnya tidak hanya berdampak fisik tapi juga sosial. Dengan cara itu, Dedi ingin agar setiap warga merasa memiliki dan bertanggung jawab atas kemajuan desanya.
Program Berbasis Potensi Lokal
Salah satu langkah nyata yang dilakukan Dedi adalah menggali potensi masing-masing desa. Ia percaya setiap desa punya keunikan sendiri, mulai dari alam, budaya, hingga keterampilan masyarakatnya. Ia mendorong kepala desa untuk tidak sekadar menunggu bantuan dari pemerintah, tapi aktif mengembangkan potensi yang ada.
Misalnya, desa dengan lahan subur diarahkan menjadi desa pertanian modern. Desa dengan potensi wisata dikembangkan sebagai desa wisata berbasis budaya. Bahkan, ia sering memfasilitasi warga untuk mengolah hasil bumi menjadi produk bernilai jual tinggi agar ekonomi desa bisa mandiri.
Desa sebagai Pusat Kebudayaan
Kang Dedi juga menempatkan desa sebagai pusat pelestarian budaya. Ia menolak anggapan bahwa modernisasi harus menghapus tradisi. Bagi Dedi, kemajuan sejati justru muncul ketika masyarakat bisa berdiri di atas akar budayanya sendiri.
Karena itu, ia mendorong kegiatan seni dan budaya seperti wayang golek, pencak silat, jaipongan, dan kesenian tradisional lainnya agar tetap hidup di desa. Ia percaya, ketika budaya tetap tumbuh, masyarakat memiliki rasa bangga dan identitas yang kuat. Itulah modal utama membangun kemandirian.
Pendidikan dan Pembentukan Karakter di Pedesaan
Selain pembangunan fisik, Dedi juga sangat fokus pada pendidikan. Ia memahami bahwa sumber daya manusia adalah kunci dari segala kemajuan. Karena itu, ia berupaya meningkatkan akses pendidikan di desa, terutama dengan pendekatan karakter.
Ia ingin anak-anak desa tidak hanya pintar, tetapi juga punya rasa hormat terhadap budaya, alam, dan sesama manusia. Sekolah menurut Dedi harus menjadi tempat yang menanamkan nilai moral, bukan sekadar pengetahuan.
Mendorong Kemandirian Ekonomi Warga
Dedi Mulyadi sering menegaskan bahwa pembangunan sejati adalah ketika masyarakat tidak bergantung pada bantuan. Ia ingin masyarakat desa mampu berdiri di atas kaki sendiri. Oleh karena itu, ia mengembangkan berbagai program pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas.
Contohnya, kelompok ibu rumah tangga dilatih mengolah produk hasil tani, pemuda desa diberi pelatihan wirausaha, dan petani difasilitasi untuk menjual hasil panennya tanpa melalui tengkulak. Pendekatan ini terbukti meningkatkan kesejahteraan sekaligus rasa percaya diri masyarakat.
Lingkungan Sebagai Sumber Kehidupan
Dalam pandangan Dedi, desa yang mandiri adalah desa yang mampu menjaga keseimbangan dengan alam. Ia selalu mengingatkan bahwa alam bukan sekadar sumber daya ekonomi, tetapi juga sumber kehidupan. Karena itu, ia aktif mengkampanyekan penanaman pohon, pengelolaan sampah, dan konservasi air di pedesaan.
Ia juga mendorong masyarakat untuk mengembangkan sistem pertanian ramah lingkungan yang tidak merusak tanah dan sumber air. Bagi Dedi, alam yang sehat akan melahirkan masyarakat yang sejahtera.
Kepemimpinan yang Dekat dan Membumi
Keberhasilan Dedi membangun desa tidak lepas dari gaya kepemimpinannya yang membumi. Ia tidak hanya memberikan perintah, tetapi ikut bekerja bersama masyarakat. Ia hadir dalam kegiatan gotong royong, berdialog langsung dengan warga, dan selalu terbuka terhadap kritik.
Kehadirannya membuat rakyat merasa didengar dan dihargai. Dengan begitu, masyarakat pun bersemangat untuk ikut berkontribusi tanpa merasa terbebani.
Mengubah Cara Pandang Tentang Desa
Salah satu hal yang paling menonjol dari kepemimpinan Dedi adalah keberhasilannya mengubah cara pandang orang terhadap desa. Jika dulu desa dianggap tertinggal dan tidak menarik, kini banyak yang melihat desa sebagai tempat potensial untuk berkembang.
Berkat pendekatan Dedi, banyak desa di Jawa Barat yang menjadi contoh keberhasilan pembangunan berbasis budaya dan partisipasi masyarakat. Ia menunjukkan bahwa kemajuan tidak harus datang dari kota — justru desa lah sumber kekuatan bangsa.
Kesimpulan
Kang Dedi Mulyadi telah membuktikan bahwa filosofi bisa menjadi aksi nyata. Dengan menggabungkan nilai budaya, pendidikan karakter, dan kemandirian ekonomi, ia berhasil membangun konsep desa mandiri yang berkelanjutan.
Bagi Dedi, desa bukan sekadar wilayah administratif, tapi rumah besar yang harus dijaga, dirawat, dan dibanggakan. Ia menegaskan bahwa masa depan Indonesia tidak ditentukan di gedung-gedung tinggi kota, tetapi di ladang, sawah, dan jalanan desa tempat nilai-nilai kehidupan tumbuh subur.

